Sunday, September 1, 2013

Batu Umang di Desa Kempawa

Di tebing batu yang terjal itu, terdapat sebuah lubang kecil di tengah-tengahnya. Terlihat sepintas guratan atau garis kecil yang melintang dari bagian bawah tebing menuju lubang kecil seperti jalan kecil menuju lobang tersebut masih menyimpan sejuta tanda tanya warga setempat sampai saat ini. Tebing batu ini dinamai Batu Umang.

Batu Umang berada di Desa Kempawa (Kecamatan Taneh Pinem, Kabupaten Dairi). Banyak warga desa yang percaya Batu Umang dulunya adalah tempat bersemayam orang bunian  yang disebut umang. Umang adalah, sebagaimana dituturkan oleh para tetua desa, orang bunian yang mirip dengan manusia, tapi memiliki ukuran fisik lebih kecil. Bedanya lagi, kalau berjalan, kakinya terbalik, tumitnya menghadap ke depan sedangkan jari-jari kakinya ke arah belakang. Batu Umang itu dulu sebagai tempat bersemayamnya para umang.

Masih ada hal menarik lainnya yang pantas diteliti di sekitar tempat itu. Tepat di atas puncak tebing, kita bisa menemukan sebuah batu pilar yang orang desa sebut Batu Perseminen (batu yang terbuat dari semen) yang diduga adalah peninggalan masa penjajahan Belanda.

Secara akademis memang belum pernah diteliti apa gerangan tujuan tanda-tanda batu pilar yang didirikan tersebut. Menurut cerita dari mulut ke mulut di kalangan warga desa, batu itu adalah sebuah tanda oleh orang Belanda di masa penjajahan, bahwa di dalam tanahnya terdapat kandungan emas yang melimpah.

Dari puncak bukit itu kita bisa menikmati pemandangan yang indah. Kita bisa langsung melihat keberadaan beberapa kabupaten sekaligus, yaitu Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo dan Kabupaten Aceh Tenggara.

Belum selesai sampai di situ, di bawah tebing ini juga kita bisa menemukan sebuah panorama alam yang tidak kalah uniknya. Di atas bukit, terdapat Danau Paya Kuda.

Foto Gua Umang di Kuta Gerat

Gua Umang di Kuta Gerat (Kec. Tigabinanga) terlihat dari kejauhan. 
Titik hitam di akar pepohonan adalah pintu gua umang. 
Foto oleh : Juara R. Ginting

Gua Umang di Kuta Gerat (Kec. Tigabinanga) terlihat dari dekat
Foto oleh : Juara R. Ginting

Foto Ruangan Dalam Gua Umang di Sembahe

Gua umang Desa Sembahe (Kec. Sibolangit, Kab. Deliserdang) dibuat dengan memahat seluruh dinding tebing sehingga menyerupai prisma. Pintu masuk berbentuk persegi dan berhiaskan pelipit, menghadap ke Selatan. Di bagian dalam dipahatkan di masing-masing sudutnya pelipit menyerupai tiang rumah. Di bagian dalam dinding Timur terdapat ceruk berbentuk segi empat panjang. Pada salah satu dinding luar terdapat pahatan yang menggambarkan seorang sedang berdiri.


Foto : Ruangan dalam gua umang di Sembahe (Juara Ginting)

Foto Gua Umang di Desa Tanjung

Ukiran gambar manusia berdiri (menari?) di sebelah kiri mulut gua (di dekat orang yang berdiri). 
Foto ini dibuat oleh E. E. McKinnon di tahun 1977

Pintu Gua Umang di Desa Tanjung, menuju ke Desa Bintang Meriah, (Kec. Kutabuluh, Kabupaten Karo).
Foto ini dibuat oleh Arkeolog Skotlandia E. E. McKinnon di tahun 1977

Pintu Gua Umang di Desa Tanjung. Foto ini dibuat oleh Juara R. Ginting tahun 1990

Pintu Gua Umang di Desa Bintang Meriah (dekat desa Tanjung). Foto ini dibuat oleh Juara R. Ginting tahun 1990

Kisah Umang di Taneh Karo

Sebongkah batu besar berdiri kokoh di atas sebidang tanah. Ada yang istimewa dari batu ini, ada pintu dan ruangan di dalamnya. Masyarakat setempat meyakininya sebagai rumah Umang, orang Bunian di Tanah Karo. Dahulu kala, terdapatlah sebuah kampung kecil di salah satu daerah di Tanah Karo. Kampung Uruk Rambuten, begitu masyarakat setempat menyebutnya. Hanya beberapa keluarga saja yang tinggal di sana. Rumah-rumah mereka mengelilingi sebuah pohon beringin besar. Kampung tersebut memang perkampungan kecil yang hanya dihuni marga Ketaren.

Alkisah, hiduplah seorang peladang di kampung tersebut. Dia biasa dipanggil Bulang (kakek) Ketaren. Sebagai seorang peladang, Bulang mau membuka hutan yang masih berada tidak jauh dari kawasan perkampungan untuk dijadikan lahan bercocok tanam. Dalam perjalanan menuju lokasi tersebut, Bulang bertemu dengan sesosok mahkluk bertubuh kecil dengan kakinya terbalik. Tumitnya menghadap ke depan dan jari kakinya ke belakang. Orang-orang menyebutnya Umang. "Mau kemana?" Umang bertanya pada Bulang. Bulang menjelaskan bahwa dia mau membuka hutan untuk berladang padi.

Umang pun menawarkan bantuan kepada Bulang, dengan syarat Opung tidak boleh membawa perempuan dan anak kecil ke ladangnya. Bulang menyanggupinya, walaupun dia sendiri punya seorang istri yang baru saja melahirkan. Akhir kata, Umang dan kawan-kawannya membantu Bulang membuka hutan. Dalam satu hari, lahan seluas tiga hektar selesai dibersihkan dan siap untuk ditanam.

Sebelum senja, Bulang kembali ke rumahnya. Di rumah, dia mengatakan kepada istrinya, bahwa lahan untuk ladang sudah selesai dibuka, dan besok dia akan mulai menanam padi. Dia juga meminta istrinya untuk menyiapkan benih padi yang akan ditanam besok. Sang istri pun heran, bagaimana bisa lahan seluas tiga hektar dapat diselesaikan suaminya dalam waktu hanya satu hari.

Dengan hati bertanya-tanya, dia tetap menyiapkan benih padi yang akan ditanam. Keesokan harinya, Bulang sudah berada kembali di ladangnya dengan membawa benih padi yang akan ditanam. Namun tak disangka, Umang marah padanya karena dia telah mengingkari janji. Bulang sama sekali tidak mengerti kenapa Umang bisa menuduhnya seperti itu. Padahal dia tidak pernah membawa perempuan atau anak kecil ke ladangnya. Tiba-tiba saja, istri dan anak Bulang sudah berada di belakangnya. Ternyata, istri Bulang diam-diam mengikutinya karena rasa penasaran yang tak tertahankan.

Perjanjian Bulang dengan Umang pun batal. Semuanya berubah menjadi hutan kembali seperti sedia kala. Mendapati itu, Bulang marah besar. Namun apa daya, nasi sudah jadi bubur. Besoknya, Bulang kembali membuka hutan tersebut untuk dijadikan ladang padi. Selama berhari-hari akhirnya Bulang pun berhasil membersihkannya. Ketika itulah ditemukan batu besar yang disebut Gua Kemang. Hingga saat ini, batu besar tersebut diyakini oleh masyarakat setempat sebagai rumah Umang yang pernah membantu Bulang.

Cerita Mistik Gua Kemang "Umang" merupakan bahasa Karo yang berarti jin atau roh. Seperti diceritakan oleh Tolen Ketaren, fisik dari Umang seperti manusia, tapi lebih kecil. Bedanya lagi, kalau berjalan, kakinya terbalik, tumitnya menghadap ke depan sedangkan jari-jari kakinya ke arah belakang.

"Itu kata orang yang sudah pernah melihatnya. Seperti orang bunian," jelas Tolen setelah menceritakan kisah asal muasal Gua Kemang yang dipercayai masyarakat setempat. Sekitar tahun 1970-an, menurut Tolen, masyarakat masih sering bertemu dengan Umang. Bahkan ada juga masyarakat yang dibawa ke hutan oleh Umang. "Tapi kalau balik, ada kurang-kurangnya," ujar pria yang pernah menjadi Kepala Desa Sembahe pada 2001-2007 ini.

Dulunya, Gua Kemang yang diyakini sebagai rumah Umang ini dikenal juga dengan nama Gua Umang. Karena mistis, banyak orang yang bertapa dan membawa sesajen ke sana. Bahkan dulu, setiap orang yang lewat di daerah Sembahe, selalu singgah dan menyembah batu ini. "Makanya dibilang Sembahe. Asal kata dari 'sembah e', sembah ini. Sembahe dulu di kampung itu," jelas Tolen.

Dulu gua batu ini juga bisa tiba-tiba menghilang, raib entah kemana. Menurut keyakinan masyarakat di sana, hal itu berarti ada Umang yang menempatinya. "Kadang nampak batunya, kadang tidak. Kata orang, kalau umangnya sudah pergi, baru nampak batunya," ujar Tolen.

Seperti dikisahkan Tolen lagi, menurut cerita dari orang-orang tua di sana, terdapat jalan bawah tanah dari Gua Kemang menuju sebuah batu besar lainnya. "Secara magis, ada jalan bawah tanah dari gua batu itu ke Batu Penjemuren, tempat jemuran padi si Umang," cerita bapak berusia 46 tahun tersebut.

Batu Penjemuren sendiri merupakan batu besar dengan bagian atasnya yang datar. Batu ini berada di pinggir Sungai Sembahe, sekitar satu kilometer dari Gua Kemang. Namun jalan bawah tanah tersebut tidak pernah ditemui oleh Tolen. Gua batu yang ditemukan oleh masyarakat setempat pada zaman penjajahan Belanda ini, pernah hendak diangkat untuk dipindahkan ke Belanda. Tetapi tidak bisa dipindahkan. Tolen sendiri pun tidak tahu kenapa gua batu ini tidak bisa diangkat. Mungkin ada kaitannya juga dengan kekuatan magisnya.

Sebagian masyarakat meyakini bahwa hingga saat ini kadang-kadang masih ada yang menghuni gua batu tersebut. "Konon, sekarang masih ada penghuninya," kata Hendri, pemuda setempat yang menemani saya menuju lokasi Gua Kemang. Kampung Uruk Rambuten yang dianggap sebagai awal Desa Sembahe, sampai saat ini masih dikenali. Namun tak ada lagi penduduk yang menghuni kampung tersebut. Kampung Uruk Rambuten berada di dekat lokasi jatuhnya pesawat Garuda Indonesia pada 26 September 1997 lalu.

Menurut Tolen, ada kemungkinan pesawat tersebut jatuh karena tersangkut pohon beringin besar yang tumbuh di tengah-tengah kampung Uruk Rambuten. Situs Budaya yang Terbengkalai Gua Kemang berlokasi di Kampung Durintani, Desa Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang. Tepatnya berada di lahan perkebunan seorang penduduk yang juga bermarga Ketaren.

Untuk menuju lokasi gua batu ini, kita dapat berjalan kaki sejauh satu kilometer dari simpang Durintani, arah kanan dari Medan. Tidak susah menemukan simpang Durintani. Ada sebuah plang dari semen yang terdapat di simpang tersebut. "Situs Gua Kemang (Gua Batu), Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Utara, Proyek Pembinaan Kebudayaan APBD Tingkat I Sumatera Utara," itulah yang tertulis di sana.

Ternyata gua batu yang diyakini oleh para arkeolog sebagai peninggalan manusia pra sejarah ini sudah menjadi salah satu situs budaya milik pemerintah. Jalan aspal mengawali perjalanan menuju gua batu. Namun separuh jalan setelahnya kita terpaksa melewati jalanan berbatu yang sedikit menanjak. Cukup menguras keringat juga. Apalagi mengingat kondisi tubuh saya yang sudah lama tak pernah berolahraga. Fuiiihhh… Terasa cukup lama juga kami berjalan kaki, mungkin lebih setengah jam.

Akhirnya pintu masuk menuju gua batu ini sudah berada di depan mata. Namun sebuah kondisi yang cukup mengiris hati akhirnya menyambut kami. Pagar dan tembok yang menjaga situs budaya ini sudah berlumut. Begitu pun tangga yang akan mengantar kami hingga ke atas, di mana gua batu berada. Ukiran yang tertulis di tembok pagar sudah hampir tak terbaca akibat lumut yang begitu tebal.

"Pernah dibangun parkir dan jalannya oleh Kanwil Depdikbud tahun 75-an. Namun tidak berkembang," ujar Tolen seakan-akan mengerti pertanyaan yang muncul di benak kami. Kami pun melanjutkan sisa-sisa perjalanan, menempuh puluhan tangga hingga sampai ke lokasi Gua Kemang yang berada di bagian atas kebun. Kondisi gua ternyata tak jauh beda dengan apa yang kami jumpai sebelumnya.

Lumut tebal menyelimuti dinding luarnya. Dua relief serupa manusia yang diyakini sebagai bentuk sosok Umang tersebut tak lagi terlihat jelas.

"Dulu batu ini besar. Ada batu-batu lain juga di sekitar gua. Batu-batunya seperti meja, kursi, tapi dirusak Belanda. Ada yang dibuang, ada yang dimasuki ke kantong plastik. Tapi tidak tau yang mana yang diambil," cerita Tolen menjelaskan lagi tentang Gua Kemang yang berada di bawah sebuah pohon rambe, sejenis pohon langsat.

Di bagian depan gua, ada lobang kecil berukuran sekitar 50 x 50 cm dengan pahatan berbentuk segitiga di bagian atasnya. Semacam pintu bagi rumah Umang. Di dalam gua hanya terdapat satu chamber berukuran sekitar 3 x 2 meter dengan tinggi sekitar satu meter. Bagian atas dalam gua mirip dengan atap rumah biasa, mengerucut ke atasnya. Di sisi kanan dan kiri dalam gua, ada dua undakan, seperti tempat tidur. Sedangkan di sebelah kanan ada ruangan kecil memanjang.

"Mungkin dapurnya Umang," ujar Hendri. Atau mungkin tempat tidurnya bayi Umang? Selain itu, terdapat juga ukiran-ukiran serupa tulisan Arab di dalam gua di bagian atas pintu. Menurut Tolen, mungkin saja itu tulisan Karo, karena jika dilihat dari bentuknya, tulisan Karo hampir mirip dengan bentuk tulisan Arab. Namun tidak jelas juga kepastiannya karena di beberapa bagian dinding dalam gua juga banyak coretan-coretan manusia yang iseng mengukir namanya di sana.

Rusaklah sudah! Namun yang paling perlu diperhatikan di sini adalah kondisi Gua Kemang. Cukup memprihatinkan, mengingat gua ini pernah dijadikan sebagai salah satu situs budaya di Sumatera Utara. Jika pemerintah sekarang tak mengindahkan ini, bisa saja Gua Kemang benar-benar akan hilang untuk selamanya.

Sumber: http://www.insidesumatera.com/?open=view&newsid=836&go=Kisah-Rumah-Bunian-di-Tanah-Karo

Misteri Gua Umang

Oleh Juara R Ginting

Umang, menurut penuturan orang-orang Karo, adalah makhluk kate yang setengah manusia setengah roh. Missionaris J.H. Neumann pernah sangat tertarik pada segala hal yang berkaitan dengan umang. Dalam salah satu tulisannya, dia menduga umang sebagai makhluk Proto Malay (Melayu Tua) yang menjadi penduduk asli Taneh Karo. Dalam salah satu bagian dari tulisannya itu, dia membahas mengenai salah satu rumah umang yang disebut Batu kemang di dekat Sembahe. Batu Kemang adalah sebongkah batu berongga. Rongganya jelas sekali hasil pahatan, bukan oleh alam. Di dalam rongga ada ukiran-ukiran. Pada sisi luar Batu Kemang, terdapat ukiran-ukiran manusia yang sedang menari.

Setelah Neumann, linguist Petrus Voerhove adalah orang ke dua yang tertarik dengan gua umang. Dalam salah satu tulisannya, dia melaporkan kunjungannya ke beberapa gua umang di Karo Jahe, khususnya Langkat dan Deli Serdang. Hal paling menarik dari laporannya adalah adanya gua umang yang rongganya sangat panjang di kawasan perkebunan Limau Mungkur, dekat Tanjung Morawa, Deli Serdang. Voerhove malahan menampilkan foto dari gua itu. Dalam sebuah pembicaraan dengan Voerhove sebelum dia meninggal dunia di Belanda (dia meninggal dalam umur 90 tahun), dia sampaikan kepada saya bahwa gua umang Limau Mungkur mungkin menjadi kunci penting dari hubungan antara Urung Si Pitu Kuta Ajinembah dengan Urung Sinembah. Karena, katanya, rongga berukir segi empat itu disekat menjadi tujuh bagian, dan dalam cerita Rumah Si Pitu Ruang terlihat hubungan yang erat antara Sibayak Ajinembah dengan Sibayak Barusjahe.

Berdasarkan tulisannya, saya mengunjungi gua itu dan membuat beberapa foto darinya. Salah satu foto yang saya buat telah dipublikasi dalam sebuah buku tentang "Rumah dan tempat tinggal di Indonesia" yang ditulis oleh Beatriz v/d Goes (Nd Mecu).

Saya pernah tertarik untuk mengetahui apakah gua umang hanya fenomena Karo atau fenomena yang wilayah penyebarannya lebih luas dari Taneh Karo. Untuk itu saya berusaha menemukan semua gua umang di daerah Karo. Salah satu yang menakjubkan saya adalah adanya kompleks beberapa gua umang di desa Singgamanik (Kab. Karo). Ukiran-ukirannya sangat menakjubkan. Saya ceritakan ini pada bupati Karo saat itu, Alm. Rupai Perangin-angin, di kantornya. Dia terkejut karena tidak mengetahuinya meskipun dia berasal dari Singgamanik dan punya kebun jeruk di sana (setiap akhir pekan dia mengunjungi kebun jeruknya itu). Keterkejutan bupati itu membuat saya terkejut. Mengenai ini, pernah saya ceritakan di tabloid Sora Mido lama, bukan Sora Mido yang sekarang ini.

Banyak sekali gua umang yang saya temukan di Taneh Karo. Sebagian diantaranya harus saya buka sendiri (dibantu oleh Nd Mecu) dari timbunan erosi dan rumput yang tumbuh di tanah yang menimbun gua itu.

Apakah gua-gua seperti ini terdapat di daerah lain di Sumatra? Untuk pertanyaan ini saya dan Nd Mecu menjelajahi semua daerah Sumatra Utara, Aceh Tenggara, Riau dan Sumatera Barat dengan mengendarai sepeda motor Honda GL100. Termasuk ke Pulau Nias, kami mengendarai sepeda motor ini.

Sepeda motor ini pernah mengejutkan penduduk Amburidi, karena dialah yang pertama berani merangkak mencapai kampung itu (desa ini menjadi inspirasi dari Cerbung saya Si Rabit Dates di Sora Mido). Inspirasi ini muncul sehubungan dengan kenyataan di sana tidak ada orang gondokan meskipun telah banyak ilmuwan Indonesia mencontohkan Amburidi sebagai kampungnya orang gondokan karena air minumnya kurang jodium (Dalam hatiku saat itu, ilmuwan congkak yang tak mau tau kenyataan sebenarnya. Dekahen opinia sangken kenyataan yang benar-benar terjadi).

Kesimpulan dari perjalanan itu telah aku sebutkan beberapa hari lalu di milis ini. Gua umang tak ada duanya di luar wilayah pemukiman Karo! Literatur tentang Indonesia juga tidak ada yang mengindikasikan adanya gua umang di daerah-daerah lain di luar Taneh Karo.

Sumber: http://groups.yahoo.com/neo/groups/tanahkaro/conversations/topics/12088